Adapunkelebihan dan kelemahan yang dimiliki aliran filsafat rekonstruksionisme dalam dunia pendidikan adalah sebagai berikut: Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama Aliranfilsafat pendidikan Esensialisme dapat ditelsuri dari aliran filsafat yang menginginkan agar manusia kembali pada kebudayaan lama, karena kebudayaan lama telah banyak melakukan kebaikan untuk manusia. Kebudayaan lamamelakukan usaha untuk menghidupkankembali ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kesenian zaman Yunani dan Romawi Kuno. Alirandalam pendidikan klasik lainnya adalah aliran esensialisme yang lebih mengutaman sains daripada humanitas, aliran ini bertujuan dalam mempersiapkan generasi muda dalam dunia kerja dengan pembentukan keterampilan dan kemampuan vocational. Konsep pendidikan dalam aliran ini menekankan kepada saat ini dan yang akan datang. (Nana Syaodih Aliranfilsafat esensialisme muncul pada saat Renaissance adalah kombinasi dari ide -ide filsafat idealisme objektif, di satu sisi dan realisme objektif, di sisi lain. Perbedaan utama adalah memberikan basis pendidikan yang penuh dengan fleksibilitas, yang sepenuhnya terbuka untuk berubah, toleran dan tidak ada hubungan dengan doktrin tertentu. C Kelebihan dan Kelemahan Aliran Esensialisme. 1. Kelebihan: a. Esensialisme membantu untuk mengembalikan subject matter ke dalam proses pendidikan, namun tidak mendukung perenialisme bahwa subject matter yang benar adalah realitas abadi yang disajikan dalam buku-buku besar dari peradaban barat. Great Book tersebut dapat digunakan namun bukan Kelebihandan Kekurangan Kelebihan dari esensialisme ini adalah peserta didik berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama serta stabil. Istilahepistimologi pertama kali dipakai oleh L.F. Ferier pada abad 19 di Institut of Metaphisics (1854). Epistimologi didefinisikan sebagai cabang filsafat yang bersangkutan dengan sifat dasar dari ruang lingkup pengetahuan pra-anggapan dan dasar - dasarnya serta realitas umu dari tuntutan pengetahuan sebenarnya. [1] Sedangkan secara etimologi, epistimologi berasal dari bahasa Yunani a Tujuan Pendidikan Dalam konsep essensialisme, pendidikan bertujuan untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama. b. Kurikulum Beberapa tokoh aliran esensialisme memandang bahwa kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran atau subjek matter centered dan berpangkal PPTFilsafat Pendidikan (Aliran Esensialisme dan Rekonstruksionisme) ~ Blog Kumpulan Power Point. Pertemuan 6 | PDF. PDF) KURIKULUM DALAM TINJAUAN FILSAFAT REKONSTRUKSIANISME Filsafat Pendidikan (kelebihan dan kekurangan Filsafat Perenialisme, Assentialisme, Progresivisme, dan Reconstructionisme) - Pondok Belajar. Rekonstruksionisme. KATAPENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kasih serta Maha Penyayang, karena berkat limpahan rahmat, taufik serta hidayahnya, penulis diberikan kekuatan, kesehatan, kesejahteraan serta pemikiran yang jernih. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisanbuku dengan judul "Filsafat Pendidikan Aliran KELEBIHANDAN KELEMAHAN ALIRAN RASIONALISME. 1. Kelebihan rasionalisme adalah mampu menyusun sistem - sistem kefilsafatan yang berasal dari manusia. Umpamanya logika, yang sejak zaman Aristoteles, kemudian matematika dan kebenaran rasio diuji dengan verifikasi kosistensi logis. A Aliran esensialisme Aliran esensialisme merupakan aliran filsafat yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang ada sejak awal peradaban umat manusia. Sehingga aplikasi esensialisme dalam pendidikan bercorak pada pendidikan tradisional, karena aliran ini menganggap kebudayaan lama telah berhasil membawa kebaikan bagi kehidupan manusia. 1. C Kelebihan dan Kelemahan Aliran Esensialisme Kelebihan: a. esensialisme membantu untuk mengembalikan subject matter ke dalam proses pendidikan, namun tidak mendukung perenialisme bahwa subject matter yang benar adalah realitas abadi yang disajikan dalam buku-buku besar dari peradaban barat. Masingmasing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Selainitu, menurut Brown (2007) terdapat tiga dimensi yang harus ada dalam pendidikan kejuruan yang antara lain adalah sebagai berikut. 1. Vocations are the result of a historical and cultural process of social construction and institutionalization. Berarti vokasi adalah hasil dari proses sejarah dan kebudayaan konstruktif institusional. rD9e5. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Aliran filsafat esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang berkeinginan agar manusia kembali ke kebudayaan lama, esensialisme berpendapat bahwa kebudayaan lama banyak memperbuat kebaikan – kebaikan untuk manusia, yang mereka maksud dengan kebudayaan lama yaitu yang telah ada sejak peradapan manusia yang pertama, Dan yang paling mereka pedomi Yakni peradapan sejak zaman renaissance, yaitu yang tumbuh dan berkembang disekitar abad 11 sampai 14 Memiliki pandangan bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai –nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas. aliran ini juga Berpandangan bahwa pendidikan harus tumbuh pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dan menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah – ubah, mudah goyah, kurang terarah, tidak menentu dan kurang esensialisme merupakan filsafat pendidikan konserfatif yang dirumuskan sebagai kritik terhadap praktek pendidikan progresif disekolah – sekolah, esesnsialisme memiliki pendapat bahwa fungsi pertama sekolah adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah kepada anak muda, yang dimana pendidikan harus menanamkan nilai – nilai leluhur yang tertera jelas. Sehingga esensialisme menganggap nilai – nilai budi pekerti yang baik itu terletak pada warisan – warisan budaya yang telah membuktikan kebaikan – kebaikannya bagi kehidupan manusia. Pemikiran – pemikiran tokoh filsafat Heinrich pestalozziJohan mempercayai bahwa sifat – sifat alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan - kemampuan wajarnya. Selain itu, johan percaya kepada hal – hal trasdentan dan manusia mempunyai hubungan transdental langsung dengan BreedDia memiliki pendapat bahwa pendidikan esensialisme ini lebih mementingkan apa yang mendukung siswa untuk belajar, seperti misalkan pengawasan orang tua yang dianggap penting menurutnya karena merupakan factor pendukung untuk kemajuan seorang C. BagleyWilliam berkeyakinan bahwa fungsi utama dari pendidikan yaitu dengan menyampaikan warisan budaya yang sudah diterapkan kepada generasi muda atau generasi yang akan datang. Menutut William c bakley terdapat 4 point dalam aliran ini yang pertama,yaitu minat – minat yang kuat dan tahan lama, yang kedua, pengawasan, pengarahan, serta bimbingan, yang ketiga, mendisiplinkan diri, dan yang keempat, aliran esensialisme ini menawarkan teori yang kuat dan kokoh tentang KandellMenurut kandell, materi yang diberikan disekolah dalam sebuah pendidikan berfungsi sebagai sumber nilai yang stabil untuk mengatur perilaku siswa. Lihat Filsafat Selengkapnya Esensialisme dapat digambarkan sebagai filsafat pendidikan yang berakar pada pengajaran mata pelajaran pendidikan dasar yang bertujuan menciptakan masyarakat Amerika yang memberi kontribusi kepada masyarakat terhadap budaya demokratis Link 2008. Esensialisme konsep pendidikan universal; keyakinan bahwa ada pengetahuan penting bahwa setiap orang dalam budaya tertentu harus memiliki anggota budaya yang berpengetahuan luas dan sepenuhnya berpartisipasi. Merupakan tanggung jawab sekolah untuk memberikan pengetahuan itu. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 Terjemahan Esensialisme, Pendidikan Dasar, Dan Standar-Standarnya G. L. Gutek Hengki Wijaya Helaluddin DEFINISI ESENSIALISME Berapa kali Anda sering mendengar frasa “Let’s get back to the basic” Mari kembali ke dasar? Kembali ke dasar artinya melucuti hal yang tidak penting, gangguan, hal-hal sepele, dan penyimpangan dan mengidentifikasi apa yang mendasar untuk diskusi, argumen, dan posisi. Seringkali diskusi yang tidak fokus perlu dilakukan untuk menjaga “kembali kepada subjek” sehingga peserta tidak kehilangan arah diskusi dalam isu yang tidak relevan untuk didiskusikan. Sebagai teori pendidikan, esensialisme menegaskan bahwa sekolah, instruksi, pengajaran dan pembelajaran perlu fokus pada dasar tentang apa yang benar-benar diperlukan untuk menjadi seorang terdidik, produktif, efektif, individu yang cakap, dan warga negara dalam masyarakat Amerika. Berdasarkan definisi esensialisme, kita memulai dari akarnya, esensi yang merujuk kepada apa yang perlu untuk dan yang sangat perlu tentang sesuatu–suatu objek, suatu disiplin, atau suatu subjek, untuk contoh. Esensi berhubungan dengan karakter atau sifat intrinsik atau mendasar dari sesuatu, dibandingkan ciri-ciri kebetulan atau yang insidental saja. Apa yang Anda harus memahami tentang sesuatu? Apa yang paling mendasar, fundamental, dan perlu? Apa yang tidak perlu atau insidental? Esensialisme dapat digambarkan sebagai filsafat pendidikan yang berakar pada pengajaran mata pelajaran pendidikan dasar yang bertujuan menciptakan masyarakat Amerika yang memberi kontribusi kepada masyarakat terhadap budaya demokratis Link 2008. Esensialisme konsep pendidikan universal; keyakinan bahwa ada pengetahuan penting bahwa setiap orang dalam budaya tertentu harus memiliki anggota budaya yang berpengetahuan luas dan sepenuhnya berpartisipasi. Merupakan tanggung jawab sekolah untuk memberikan pengetahuan itu. Sebagai suatu teori, Esensialisme menegaskan ide dasar tertentu, keterampilan, tubuh pengetahuan adalah kebudayaan dan peradaban manusia. Karena esensialisme diyakini sebagai dasar yang sangat diperlukan, perlu untuk, dan fundamental dalam pendidikan, maka posisi ini seringkali disebut sebagai Pendidikan Dasar. Keterampilan dasar, dan tubuh pengetahuan tertentu dapat diformulasikan dan disusun menjadi subjek yang dapat dan harus diajarkan oleh orang dewasa kepada remaja anak muda. Fundamental atau esensi adalah 2 kemampuan literasi membaca dan menulis, dan berhitung aritmatika, dan subjek sejarah, matematika, ilmu pengetahuan, bahasa, dan literatur. Instruksi yang mewariskan keterampilan dasar dan pengetahuan dari satu generasi yang menjadi jaminan kelangsungan hidup peradaban berikutnya. Untuk melepaskan diri dari transmisi budaya yang diperlukan dan penting ini menempatkan peradaban dalam bahaya. Kaum esensialis lebih lanjut mendesak supaya pewarisan keterampilan dasar ini berjalan lebih efisien dan efektif melalui metode yang telah teruji waktu. Karena masih banyak yang harus dipelajari dan waktu yang terbatas untuk mempelajarinya, instruksi harus direncanakan, disengaja, dan efisien. Penting untuk belajar dari masa lalu daripada mencoba terus menciptakan kembali. Sekolah, kemudian merupakan lembaga akademik yang didirikan oleh masyarakat untuk mewariskan keterampilan dan pengetahuan dasar kepada anak-anaknya dan kaum muda. Essensialisme menghendaki agar landasan pendidikan berakar dari nilai-nilai yang esensial, yaitu yang telah teruji oleh waktu, bersifat menuntun dan telah turun-temurun dari zaman ke zaman, dengan mengambil zaman renaisanse sebagai permulaan. Pandangan essensialisme dalam pendidikan Islam dianggap sesuai karena tujuan umum paham essensialisme adalah membentuk pribadi bahagia dunia dan akhirat. Isi pendidikanya ditetapkan berdasarkan kepentingan efektifitas pembinaan kepribadian yang mencakup ilmu pengetahuan yang harus dikuasai dalam kehidupan dan mampu menggerakan keinginan manusia Saidah, 2015. POSISI ESENSIALISME Esensialisme telah menunjukkan kekuatan terbesar dalam pendidikan. Meskipun banyak tantangan dari berbagai pembaruan seperti pragmatis, postmodern, liberal, Progresif, dan teori kritis. Esensialisme dalam bentuknya telah ada dan digunakan secara luas pengaruhnya terhadap sekolah beberapa tahun lamanya. Pada abad ke-19, esensialisme mengambil bentuk “Tiga R’s” membaca, menulis, berhitung, dan disiplin mental teori ini tentang latihan subjek tertentu atau disiplin pikiran. Pada tahun 1930-an sekelompok pendidikan yang menentang pendidikan progresif, menciptakan istilah Esensialisme. Pada tahun 1950-an, Essensialisme disuarakan oleh teoritis pendidikan seperti Arthur E. Bestor, Jr yang terpanggil untuk kembali pada pengajaran fundamental disiplin intelektual. Siapa Arthur Bestor, kenapa dia jadi terkenal di bidang pendidikan Amerika, dan apa yang dia coba lakukan dengan karirnya? Bestor lahir pada tanggal 20 September 1908 di Chautauqua, New York. Ayahnya, Arthur Bestor Sr., adalah pemimpin terkemuka dalam gerakan pendidikan orang dewasa Chautauqua di dekat Danau Chautauqua di negara bagian New York. Bestor Sr. tidak mengikuti ayahnya ke dalam pelayanan, tapi dia mengabdikan hidupnya untuk tugas moral mendidik orang dewasa di Chautauqua. Chautauqua memulai sebagai kamp musim panas Kristen namun dengan cepat berkembang menjadi sesuatu yang cukup besar. Franklin Delano Roosevelt menyampaikan pidato di Chautauqua pada tahun 3 1936. Bestor Sr menjabat sebagai presiden Chautauqua dari tahun 1915 sampai kematiannya pada tahun 1944 Null, 2008; Garraty dan Carnes 1999. Pada tahun 1970-an dan 1980-an, ada kebangunan lain dari pendidikan dasar selama U. S. Commission on Excellence in Education’s A Nation at Risk menyatakan tentang tema pendidikan dasar. Tahun 2000, gerakan standar mulai membuat dampak melalui negara-negara bersatu karena negara-negara memberlakukan undang-undang yang memerlukan pengujian standar dalam subjek dasar. Pada tahun 2001, UU Pendidikan “No Child Left Behind” mengamanatkan pengujian standar dalam membaca sebagai persyaratan untuk bantuan federal ke distrik sekolah setempat. Untuk menggambarkan kegigihan esensialisme, kami secara singkat memeriksa panggilan yang berlaku untuk kembali ke pendidikan dasar. Esensialisme Dengan tidak diartikulasikan sebagai filsafat pendidikan, esensialisme telah ada sejak lama sebagai ungkapan informal tentang sekolah mana yang seharusnya, dengan menekankan bahwa kurikulum harus terdiri dari keterampilan dan subjek tradisional. Struktur tradisional ini ditantang oleh pendidik Pragmatis seperti John Dewey dan pendidik progresif. Kaum esensialis, yang ditantang oleh progresivisme, secara formal mengartikulasikan posisi mereka. Siapa William Bagley, dan apa yang dia coba lakukan dengan karirnya? Pertama, William Bagley adalah sosok yang berbeda dari Arthur Bestor. Generasi penuh yang lebih tua dari Bestor, Bagley memulai tahun pertamanya sebagai profesor pendidikan di University of Illinois pada tahun 1908, tahun Bestor lahir. Tidak seperti Bestor, Bagley tidak dilahirkan dalam keluarga elit timur laut. Dia tidak miskin, tapi dia tumbuh di lingkungan yang agak sederhana. Class merupakan faktor utama yang memisahkan Bagley dari Bestor. Bagley lahir di Detroit, Michigan, pada tanggal 15 Maret 1874 sampai William Chase dan Ruth Walker Bagley. Ayah Bagley adalah seorang inspektur rumah sakit di Detroit. Sementara Bagley berada di sekolah dasar, keluarga tersebut tinggal beberapa tahun di Worcester, Massachusetts, dan kemudian kembali ke Detroit di mana dia bersekolah di SMA 1888-1891. Setelah lulus, Bagley memilih untuk mendaftarkan diri di Michigan Agricultural College MAC untuk mempersiapkan dirinya menjadi petani. Dia menghadiri MAC dari tahun 1891-1895, saat dia lulus dengan gelar sarjana Null, 2008. Dipimpin oleh William Chandler Bagley 1874-1946, seorang profesor pendidikan pada Universitas Columbia sekolah guru, pendidik esensialisme memproklamasikan platform mereka pada tahun 1938. Platform para esensialis menetapkan alasan yang akan diikuti oleh para pendukung esensialisme dan pendidikan dasar di tahun-tahun berikutnya. Posisi mereka meliputi 1 menyatakan tujuan pendidikan dengan mendefinisikan peran sekolah dalam persyaratan akademis dan harapan; 2 mengidentifikasi kekurangan yang diduga konsekuensi gagal mengikuti orientasi pendidikan dasar; 3 meminta pemulihan untuk mengembalikan peran dan fungsi sekolah mereka. Tujuan kaum esensialisme untuk pendidikan adalah untuk meneruskan dan mempertahankan unsur penting dalam budaya manusia. Sekolah sebagai institusi 4 mempunyai definisi dan kekhasan tentang tugas pewarisan esensi keterampilan dan subjek kepada yang muda yang mana budaya itu secara berlanjut akan dipelihara dan dipertahankan. Tujuan pendidikan adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang terhimpun dan telah bertahan sepanjang waktu. Dengan demikian berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan. Keterampilan-keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat, membentuk unsur-unsur yang inti esensial dari sebuah pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan Saidah, 2015. Kaum esensialisme mengusulkan solusi untuk permasalahan pendidikan di Amerika dengan cara 1. Kepatuhan sekolah dalam tugas; mengajarkan keterampilan penting dan mata pelajaran dan menghindari pengalihan oleh hal tak terduga. 2. Keterampilan mengajar dan subjek secara sistematis dan berurutan secara tertib dan kumulatif. 3. Bersikeras pada standar prestasi akademis yang tinggi untuk promosi dan kelulusan. 4. Menekankan pembelajaran yang membutuhkan disiplin, usaha, dan kerja keras. Fundamental Disiplin Intelektual Argumen kuat berikutnya untuk esensialisme dibuat oleh Arthur Bestor, Jr, seorang sejarawan Amerika yang berpendapat bahwa sekolah, terutama institusi menengah, harus mengajarkan “disiplin intelektual” mendasar yang menumbuhkan “kecerdasan disiplin”. Sementara para ahli esensial terdahulu seperti Bagley telah bereaksi terhadap Progresivisme, Bestor bereaksi terhadap “life-adjusment education” yang menekankan minat siswa, sosial, kewarganegaraan, dan ekonomi, serta pelajaran akademis. “Pendidikan Life-adjustment” menciptakan kurikulum baru yang berfokus pada keterampilan dan pengalaman dasar ini; mereka merevisi, dan sering tidak menekankan subjek akademis untuk menyoroti kebutuhan dan isu sehari-hari siswa daripada disiplin intelektual. Misalnya, keterampilan untuk mempertahankan dan menerbitkan isu-isu daripada disiplin intelektual. Misalnya, keterampilan untuk mempertahankan hubungan interpersonal yang efektif, mengelola uang, dan menggunakan waktu senggang untuk memenuhi kegiatan rekreasi di mana dimasukkan ke dalam kurikulum. Bestor menuduh “pendidik life-adjusment” yang menyuarakan tentang teori pendidikan anti-intelektual di sekolah tersebut, dengan melemahkan basis kurikulum dengan mengenalkan hal-hal sepele, dan dengan menurunkan standar akademis. Neo-Esensialisme dan A Nation at Risk Neo esensialisme mengembangkan daftar kelemahan di sekolah umum Amerika dan menyatakan hal berikut. 5 • Permisif, terbuka, dan progresif telah mengabaikan pengajaran sistematis tentang keterampilan dasar membaca, menulis, dan menghitung dan telah menyebabkan penurunan standar keaksaraan. • Program inovatif dan eksperimental seperti matematika ”baru”, studi sosial, dan sains telah mengorbankan materi pelajaran berdasarkan proses pembelajaran yang tidak jelas seperti “metode penemuan,” pemikiran kritis, “pembelajaran bahasa dan konstruktivisme keseluruhan.” • Karakter dan nilai pendidikan telah merosot menjadi program permisif moral “klarifikasi nilai” yang merongrong nilai-nilai fundamental dari rajin, tanggung jawab dan patriotisme. • Program multikultural radikal menciptakan isolasi etnis dan ras dan mengikis nilai inti Amerika yang umum • Kebijakan promosi sosial di sekolah negeri telah mengikis standar akademik dan menghasilkan penurunan skor yang menonjol pada uji standar sucah sebagai SAT and ACT. Neo-esensialisme yang didukung oleh Neo-Conservation yang telah direvisi, mendapat dukungan besar dengan pemilihan Presiden Ronald Reagen pada tahun 1980. Sekretaris Pendidikan Terrel Bell di pemerintahan Reagen menunjuk Komisi Pendidikan yang Baik. Dalam A Nation at Risk sebuah laporan yang dipublikasikan dengan sangat baik, Komisi tersebut mengklaim bahwa Amerika Serikat menghadapi krisis pendidikan yang disebabkan oleh Kurikulum sekunder yang telah “diseragamkan, dilemahkan, dan dijinakkan sampai-sampai mereka tidak lagi memiliki tujuan utama.” Dengan menggunakan retorika perang dramatis, Komisi memperingatkan Amerika bahwa “landasan pendidikan masyarakat kita saat ini terkikis oleh gelombang kemasyarakatan yang sedang berlangsung yang mengancam masa depan kita sebagai bangsa dan rakyat.” Komisi merekomendasikan agar semua siswa SMA diminta untuk melengkapi kurikulum “Lima Dasar Baru” yang terdiri dari 1. Empat tahun bahasa Inggris; 2. Tiga tahun matematika; 3. Tiga tahun ilmu; 4. Tiga tahun studi sosial; 5. Satu setengah tahun ilmu komputer. A Nation at Risk diliput secara luas di media memperoleh khalayak nasional. Presiden Reagen dan Sekretaris Bell mendesak gubernur masing-masing negara untuk mengambil peran kepemimpinan untuk menghasilkan kurikulum yang lebih akademis, standar pencapaian akademis dan disiplin kelas yang lebih baik. Negara bagian memerhatikan panggilan tersebut dan gerakan standar tersebut lahir. Tema penting dari gerakan standar adalah bahwa pendidikan Amerika akan meningkat dengan menciptakan standar akademis yang tinggi, atau benchmark, untuk mengukur prestasi siswa. Misalnya, tujuan empiris, terukur, yang telah ditentukan harus ditetapkan 6 yang akan mengindikasikan apakah seorang siswa membaca di tingkat kelas atau telah memperoleh tingkat pencapaian matematika dan sains tertentu. Siswa dapat diperiksa oleh tes standar untuk menentukan apakah mereka mencapai standar yang ditetapkan dalam subjek atau jika mereka berada di bawah atau di atasnya. Dampak reformasi pendidikan sejak tahun 1990-an dapat digambarkan sebagai jalan yang masih dalam tahap pembangunan didukung oleh bukti dari sumber nasional dan internasional. Secara nasional, penurunan prestasi membaca dan matematika telah terdokumentasi dengan baik Pierce and Hernandez, 2014. Sebagai contoh, Laporan Penilaian Kemajuan Pendidikan Nasional NAEP sebagian besar mengonfirmasi tren pencapaian akademik ini. Untuk membaca, persentase siswa yang berprestasi pada atau di atas tingkat dasar menurun dari 80% di tahun 1992 menjadi 73% di tahun 2004, dan persentase siswa yang berprestasi pada atau di atas tingkat mahir menurun dari 40% menjadi 35% Pierce and Hernandez 2014;Grigg, Donahue, & Dion, 2007. Dalam matematika, rata-rata skor untuk siswa kelas 12 tidak berubah dari tahun 2004 sampai 2008, atau skor rata-rata berbeda dari tahun 1973 Pierce and Hernandez 2014;Rampey & Donahue, 2009. Dengan menggunakan statistik berdasarkan kinerja siswa di sekolah tertentu, sekolah tersebut dapat dinilai berkinerja di atas standar yang ditetapkan. Advokat untuk menetapkan standars dan mengukurnya dengan menggunakan tes standar berpendapat bahwa kinerja siswa di sekolah tertentu dapat digunakan untuk menentukan kompetensi guru dan administrator di sekolah tersebut. Dalam sebuah kritikus kontra argumen berpendapat bahwa menggunakan tes standar mendorong guru untuk “mengajar untuk ujian” daripada memberikan pendidikan umum dan menyeluruh kepada siswa. Mereka berpendapat bahwa variabel sosial, ekonomi dan variabel lainnya memiliki dampak yang kuat terhadap prestasi belajar siswa yang tidak dapat diukur dengan tes standar. Meskipun argumen ini bergema di seluruh komunitas pendidikan, gerakan standar telah mendapatkan pijakan kuat di berbagai negara. Pengesahan standar yang ditetapkan dengan diundangkannya Undang-Undang Pendidikan federal tahun 2001, No Child Left Behind. No Child Left Behind No Child Left Behind Act, didasarkan pada premis yang berjalan melalui gerakan standar bahwa prestasi akademik dapat diukur dengan tes standar. Sekolah di mana sejumlah besar siswa gagal tampil sesuai standar pencapaian standar dapat diidentifikasi dan diberi remediasi yang dirancang untuk meningkatkan kinerja. Jika identifikasi komparatif atas kinerja sekolah ini tidak selesai, anak-anak di sekolah berprestasi rendah dapat ditinggalkan secara akademis. Dasar pemikiran untuk tindakan tersebut mengikuti argumen esensialis biasa untuk mengidentifikasi kelemahan dan kemudian menentukan prosedur korektif. Kekurangan yang dicatat meliputi 7 Today, nearly 70 percent of the inner city fourth graders are unable to read at a basic level on natural reading tests. Our high school senior trail students in Cyprus and South Africa in international math test. And nearly a third of our college freshmen find they must take a remedial course before they are able to even begin reguler college level college No Child Left Behind, 20011. Saat ini, hampir 70 persen siswa kelas empat bagian dalam kota tidak dapat membaca pada tingkat dasar dalam tes membaca alami. Siswa SMA kami yang senior di Siprus dan Afrika Selatan dalam tes matematika internasional. Dan hampir sepertiga mahasiswa baru di perguruan tinggi mendapati mereka harus mengikuti kursus remedial sebelum mereka bisa mulai kuliah di perguruan tinggi reguler No Child Left Behind, 20011. Meskipun undang-undang tersebut adalah undang-undang komprehensif yang berhubungan dengan banyak bidang pendidikan, beberapa fitur utama, yang mencerminkan pergerakan standar, memperkuat pendekatan pendidikan dasar esensialistik. Tindakan mengidentifikasi dasar-dasar kunci adalah membaca dan matematika dan mengharuskan tes standar digunakan untuk menentukan pencapaian siswa dalam mata pelajaran penting. Tindakan tersebut mengamanatkan agar agar distrik sekolah memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan federal, mereka harus menetapkan penilaian tahunan dalam membaca dan matematika untuk setiap siswa di kelas tiga sampai delapan. Ini membuat distrik sekolah bertanggung jawab untuk memperbaiki kinerja semua siswa, tidak hanya tindakan yang dilakukan dengan buruk pada tes. Sekolah dan distrik yang ingin membuat kemajuan tahunan yang memadai harus diidentifikasi dan diperbaiki. Jika sekolah gagal memenuhi standar selama tiga tahun, siswa mereka kemudian dapat pindah ke sekolah umum atau sekolah swasta No Child Left Behind, 20018-9. HUBUNGAN FILOSOFIS DAN IDEOLOGIS ESENSIALISME Pandangan filsafat pendidikan esensialisme dapat ditelusuri dari aliran filsafat yang menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama, karena kebudayaan lama telah banyak melakukan kebaikan untuk manusia. Kebudayaan lama dimaksud telah ada semenjak peradaban umat manusia terdahulu, terutama semenjak zaman Renaissance mulai tumbuh dan berkembang dengan megahnya. Kebudayaan lama melakukan usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kesenian zaman Yunani dan Romawi kuno Saidah, 2015. Esensialisme merupakan gerakan pendidikan yang bertumpu pada mazhab filsafat idealisme dan realisme. Pada aliran idealisme pendidikan diarahkan pada upaya pengembangan kepribadian anak didik sesuai dengan kebenaran yang berasal dari atas yaitu dari dunia supranatural, yaitu Tuhan. Sedangkan aliran filsafat realisme berpendapat bahwa upaya pendidikan harus diarahkan pada upaya menguasai pengetahuan yang sudah mantap 8 sebagai hasil penelitian ilmiah yang dituangkan secara sistimatis dalam berbagai disiplin atau mata pelajaran Saidah, 2015; Nata, 2005. Esensialisme terutama versi pendidikan dan standar saat ini, telah semakin selaras dengan ideologi neo-Konservatif. Neo-Konservatif dan Neo-esensialis setuju bahwa sekolah harus 1. Jadilah institusi akademik yang memiliki kurikulum keterampilan dan subjek dasar yang terdefinisi dengan baik 2. Menanamkan nilai-nilai tradisional patriotisme, kerja keras, usaha, ketepatan waktu, penghormatan terhadap otoritas, dan kesopanan. 3. Tekankan inti berdasarkan peradaban Barat dan nilai-nilai tradisional Amerika. 4. Beroperasi secara efisien dan efektif serta disiplin dan ketertiban. 5. Mempromosikan siswa berdasarkan prestasi akademik. Esentialis bertemu dengan oposisi kuat dari filosofi seperti Pragmatisme, Eksistensialisme, dan Postmodernisme, dari ideologi seperti Marxisme, dan dari teori sebagai Progressivism and Critical Theory. Liberal, tergantung pada pandangan mereka, cenderung agak kritis terhadap neo-esensialisme, terutama bila dikaitkan dengan fundamentalisme agama. Pragmatis menentang asumsi esensialis bahwa kurikulum dapat didefinisikan secara apriori terhadap kebutuhan dan pengalaman siswa dan dipisahkan oleh isu sosial kontemporer. Postmodernis melihat klaim esensial tentang peradaban yang membelah melalui sebuah kurikulum yang dibutuhkan untuk benar-benar menjadi dasar pemikiran historis yang pernah memastikan pendidikan kelompok dan kelas ekonomi sosial. Eksistensialis menentang esensialisme untuk memaksakan identitas lain yang didefinisikan, agaknya dibangun sendiri, pada siswa. Liberal yang modern menentang kurikulum esensialis sebagai terlalu kaku dan kurang relevansi dengan masalah kontemporer dan masalah. Kaum Marxis menganggap esensialisme sebagai pembela status quo kapitalis yang ada. Kaum progresif menganggap esensialisme terlalu formal, terlalu kaku, dan tidak terbuka terhadap keragaman pengalaman manusia. Teori kritis, mirip dengan Marxis dan Eksistensialis, menemukan mandat esensialis untuk keterampilan dasar dan mata pelajaran untuk benar-benar menjadi kedok untuk mereproduksi status quo sosial ekonomi dan menempatkan siswa ke dalam situasi berbasis kelas yang telah ditentukan. Kelompok Realisme, Perenialisme dan Esensialisme berfokus pada keteguhan pengetahuan. Guru adalah orang yang akan mentransfer pengetahuan ini kepada siswa. Dalam hal ini, siswa bertanggung jawab untuk belajar dari guru mereka. Peran guru atau spesialis pendidikan adalah memutuskan apa yang harus mereka ajarkan, dan bagaimana mereka akan menciptakan lingkungan pendidikan untuk mentransfer pengetahuan yang benar kepada siswa secara akurat dan permanen. Lingkungan seperti itu mengenalkan alat dan peralatan yang dibutuhkan dengan sendirinya. Misalnya, pensil, buku catatan dan buku merupakan alat dan peralatan penting untuk gerakan ini. Secara konkrit, ujian dan tes standar yang dilakukan dalam ujian ini menjadi bahan yang dapat diandalkan yang mengukur sejauh 9 mana siswa belajar. Gerakan-gerakan yang masih digunakan ini bisa disebut gerakan tradisional atau klasik Kumral, 2014. MENGAPA BELAJAR ESENSIALISME? Esensialisme patut dipelajari karena kemunculannya yang terus-menerus dan sering. Selama berbagai penampilan ini, dan di bawah judul seperti “3 R’s,”platform esensialis, disiplin intelektual, pendidikan dasar, dan gerakan standars, kaum Essensialis sangat konsisten dalam mendefinisikan sekolah sebagai institusi akademis utama. Mereka sama-sama konsisten dalam mendefinisikan kurikulum sebagai keterampilan dasar dan mata pelajaran. Penting untuk berfokus pada fitur inti dari teori pendidikan berulang ini dan untuk mengenali bahwa kaum esensialis, dalam keterhubungan dan komitmen pendidikan mereka, melihat pendekatan ini terhadap pendidikan sebagai jalan paling pasti menuju kelangsungan hidup dan kesopanan manusia. Meskipun masalah sosial, ekonomi, dan politik dapat berubah, respons terbaik bagi sekolah, mengatakan esensialis menegaskan kembali dan bergantung pada percobaan, kebenaran, dan pengujian kurikulum keterampilan dasar dan mata pelajaran. Esensialisme mendapat perlawanan sengit dari aliran filsafat seperti aliran pragmatime, eksistensialisme, dan postmodernisme, dari aliran ideologi seperti Marxisme, dan berbagai teori seperti progresivisme dan teori kritis. Kaum liberal, sangat tergantung pada sudut pandang mereka, mereka cenderung agak kritis terhadap aliran neo-esensialisme, terutama ketika terkait fundamentalisme agama/religius. Ahli pragmatisme berlawanan pendapat dengan ahli esensialisme tentang asumsi yang menyatakan bahwa kurikulum dapat ditetapkan berdasarkan kebutuhan siswa dan pengalamannya dan dipisahkan oleh isu sosial kontemporer. Ahli postmodernisme memandang klaim para esensialis mengabaikan peradaban melalui kebutuhan kurikulum untuk kelas dan grup sosial-ekonomi yang disukai. Para eksistensialis menentang esensialisme untuk memaksakan sesuatu yang telah ditentukan, daripada mengonstruksi sendiri, identifikasi pada siswa. Kaum liberal modern menentang kurikulum esensialisme yang terlalu kaku dan kurang relevan pada problem dan isu kontemporer. Ahli marxisme menemukan esensialisme menjadi terlalu bertahan pada eksistensi status quo kapitalisme. Progrevisme menemukan esensialisme terlalu formal, terlalu prosedural, dan tidak terbuka pada perbedaan pengalaman manusia. Para penganut teori kritik, hampir sama dengan marxisme dan eksistensialis, menemukan para esensialis memandatkan kemampuan dasar dan subjek menjadi samar dalam reproduksi satus quo pada sosial-ekonomi dan mengunci siswa pada situasi kelas yang telah ditentukan sebelumnya. MENGAPA MEMPELAJARI ESENSIALISME? Esensialisme merupakan pelajaran yang bernilai karena kegigihan dan frekuensi kemunculannya. Para ahli esensialisme sangat konsisten dalam mendefinisikan sekolah 10 sebagai institusi akademik. Mereka konsisten dalam mendefinisikan kurikulum sebagai keterampilan dasar dan sebagai mata pelajaran. ESENIALISME SEBAGAI TEORI PENDIDIKAN Sebagai indikasi awal, esensialisme sebagai teori pendidikan cenderung fokus pada hal-hal yang spesifik. Artinya, sekolah sebagai agen sosiokultural yang memiliki peran utama dalam pendidikan akademik dan formal bagi siswa dalam menentukan kemampuan yang penting dan mata pelajaran. Sekolah sebagai sebuah agen transmisi budaya yang melewati kemampuan esensial dan mata pelajaran sebagai warisan dari satu generasi ke generasi berikutnya mengabadikan peradaban. Dengan kata lain, esensialisme memiliki pandangan bahwa Pendidikan sebagai upaya dalam memelihara kebudayaan. Paham ini menginginkan manusia untuk kembali ke kebudayaan lama yang telah sukses dalam catatan sejarah membuktikan kebaikan-kebaikan bagi kehidupan manusia. Para esensialis memandang kebudayaan modern saat ini mengandung gejala-gejala penyimpangan dari kebudayaan masa lalu Thaib, 2015. Esensialisme menolak orientasi liberal dan progresif yang menyatakan bahwa sekolah sebagai institusi multifungsi yang menunjukkan variasi sosial, politik, ekonomi, dan peran terapeutik secara psikologis. Bagi para pakar esensialisme, banyak sekolah dan guru mengalihkan ke non-akademik, waktu yang sedikit, uang, dan sumber daya yang akan diperoleh mereka untuk menunjukkan fungsi akademik utama. Kurikulum Materi Pelajaran Para ahli esensialisme secara tegas mendukung kurikulum materi pelajaran yang dibedakan dan diatur sesuai dengan prinsip logis atau prinsip kronologis internal mereka. Mereka meragukan istilah inovatif atau pendekatan proses dalam pembelajaran, seperti konstruktivisme, yang mana siswa mengonstruksi dan membuat pengetahuan mereka sendiri secara kolaboratif. Para ahli esensialisme berpendapat bahwa orang-orang berbudaya atau beradab akan belajar secara efektif dan efisien dengan menggunakan pengetahuan yang telah dikembangkan dan disusun oleh para ahli dan pakar lainnya. Dalam esensialisme, tidak ada waktu yang terbuang sia-sia hanya untuk menemukan pengetahuan yang sudah diketahuinya. Kurikulum yang mengabaikan masa lampau, menolak mata pelajaran yang dibatasi, dan membanggakan dirinya menjadi interdisipliner atau transdisipliner, pada kenyataanya menyebabkan kebingungan dalam pendidikan. Senada dengan pernyataan tersebut, Yunus 2016 menyatakan bahwa aliran esensialisme memandang pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuknya akan menjadikannya berubah-ubah, tidak konsisten, dan tidak terarah. Berdasarkan konsep yang menyatakan bahwa sekolah memiliki fungsi utama, kurikulum juga demikian, sangat spesifik dalam menginstruksikan apa yang disebut keterampilan dasar dan mata pelajaran. Keterampilan dasar dan mata pelajaran tersebut harus 11 ditentukan dengan cakupannya dengan tepat, memiliki urutan, bersifat kumulatif, dan menyiapkan masa depan bagi peserta didiknya. Cakupan yang Spesifik Ahli esensialime meragukan teori dan metode pendidikan yang tidak memiliki cakupan tertentu dan tidak ditentukan sesuai batasannya. Bagi mereka, membaca dan menghitung adalah keterampilan yang harus diajarkan dengan cara tertentu dalam kehidupan anak. Sejarah, sebagai subjek akademik, ditentukan sebagai deskripsi kronologis dan interpretasi masa lalu manusia. Ahli esensialisme meragukan metode interdisipliner seperti pembelajaran bahasa secara utuh dan metode konstruktivisme dan studi luas seperti seni bahasa dan studi sosial. Mereka percaya bahwa untuk sesuatu yang dipelajari itu harus diajarkan. Anak-anak tidak hanya akan memperoleh pengetahuan tentang aritmetika, sejarah, dan geografi sebagai pembelajaran bersamaan, seperti beberapa klaim aliran progresif. Urutan yang Spesifik Para ahli esensialisme percaya bahwa instruksi dalam mata pelajaran dan keterampilan tertentu ditentukan secara luas oleh logika internal pada mata pelajaran atau keterampilan. Dengan kata lain, ada perintah untuk diamati dalam pembelajaran sesuatu. Sebagai contoh, pengajaran sejarah Amerika yang mengikuti urutan kronologis sebagai berikut 1 pertemuan antara penduduk asli Amerika dan Eropa, 2 Kedudukan penduduk Eropa, 3 perang revolusi dan perjuangan untuk kemerdekaan, 4 periode nasional awal, 5 gerakan perbatasan barat, 6 perang sipil dan rekonstruksi, 7 industrialisasi dan imigrasi, 8 gerakan progresif, 9 perang dunia I, 10 taka tertekan, 11 perang dunia II, 12 perang dingin, dan 13 pasca perang dingin. Keberurutan berarti juga bahwa dalam instruksi untuk mete pelajaran tertentu diorganisasikan berdasarkan urutan kompleksitas, abstraksi, dan tingkat kesulitannya. Sebagai contoh, instruksi dalam pelajaran matematika dimulai dengan penghitungan aritmetika dasar, beranjak ke aljabar, selanjutnya ke materi geometri, dan berlanjut ke materi kalkulus dan trigonometri. Prinsip keruntutan berarti bahwa keterampilan dan materi pelajaran dipikirkan berdasarkan penentuan prosedur dan tidak perlu berdasarkan apa yang disukai oleh para siswa saat ini. Kumulatif Bagi para esensialis, progres melalui kurikulum adalah sebuah proses kumulatif. Pada mulanya, pondasi atau keterampilan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung, telah dikuasai. Keterampilan dasar tersebut dilihat sebagai kekuatan generatif yang bersifat generik dan dapat digunakan pada banyak operasi/kegiatan. Berdasarkan pada pondasi tersebut, siswa diarahkan pada mata pelajaran yang memiliki kompleksitas tinggi dan membutuhkan pemikiran yang tinggi pula. Efek kumulatif ini mengizinkan siswa-siswa 12 untuk memperoleh “tubuh pengetahuan” yang akan dibutuhkan pada pendidikan selanjutnya, untuk pekerjaan, dan untuk kehidupan pada umumnya. Persiapan Para esensialis melihat patokan di sekolah-melalui progres kurikulum dan promosi untuk-bukan sebagai akhir bagi mereka tetapi sebagai tangga pendidikan untuk menyiapkan ke arah pendidikan yang lebih maju, dunia kerja, sebagai warga negara, dan partisipasi sosial politik yang efektif. Pendidikan adalah sebuah proses dalam memanjat dari anak tangga ke anak tangga berikutnya dalam menyiapkan masa depan siswa. Pendidikan pra-sekolah disiapkan bagi anak-anak untuk menempuh pendidikan dasar, pendidikan dasar dipersiapkan untuk pendidikan menengah, dan seterusnya. Tangga pendidikan diartikulasikan dalam istilah intinya, yaitu kurikulum yang esensial. Sebagai contoh dalam penyusunan kurikulum, institusi tertinggi mengatur semua tujuan dari yang paling bawah, selanjutnya memiliki masukan dan ekspektasi yang dibutuhkan. Kritik terhadap kurikulum pendidikan esensialisme ini menyatakan bahwa bentuk keberurutan dan pengaturan secara ketat cenderung kaku seolah-olah siswa harus berbaris untuk memukul drum. John Dewey, ahli pragmatisme dan pendidik aliran progresif, menyerang doktrin ini dan menyatakan bahwa masa depan yang kita persiapkan akan berbeda secara drastis dari kenyataan yang terjadi saat ini. Pendidikan yang disiapkan secara ketat daripada menyiapkan pegalaman situasi saat ini, menjadi cepat usang. Menurut John Dewey, lebih baik menggunakan metode kecerdasan yang fleksibel yang dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah dan menghadapi perubahan dunia. Sebagai respons dari kritikan tersebut, esensialis menyatakan bahwa keterampilan dasar dan mata pelajaran akan bekerja dengan baik di masa lalu dan lebih disukai lagi di masa akan datang. Tetap Bertahan pada Tugas/kewajiban Para esensialis juga berpendapat bahwa sekolah dan guru perlu tetap fokus/bertahan pada tugas utama dan tidak dialihkan ke daerah nonakademik. Ketika para esensialis memiliki kepercayaan tentang ekonomi dan politiknya sendiri, mereka cenderung mempercayai bahwa sekolah seharusnya tidak digunakan untuk mengatasi permasalahn sosial dan ekonomi masyarakat. Di saat masalah dapat dieksplorasi pada istilah sub-mata pelajaran yang relevan dengan para siswa, sekolah seharusnya tidak menumpangkan atau mempromosikan politik tertentu, sosial, dan agenda ideologi ekonomi di dalamnya. Mereka seharusnya tidak menggunakan sekolah sebagai agensi indoktrinisasi politik. Lebih lanjut, para esensialis tidak mempercayai bahwa sekolah memiliki power untuk mengatasi masalah sosial dan penyakit masyarakat. Apa yang sekolah dapat lakukan adalah mengajar siswa-siswa tentang keterampilan dasar dan mata pelajaran yang akan dipersiapakan untuk menanganani problem sosial, politik, dan ekonomi di masa akan datang. Para esensialis mengkritik para ahli teori kritis yang menyatakan bahwa para kaum esensialis mengklaim 13 ketidakberpihakkan politik itu adalah omong kosong/palsu. Pertanyaan nyatanya adalah bukan pada ketidakberpihakkan tetapi siapa yang akan mengontrol pembuatan kurikulumnya. DIANA RAVITH, THE ACADEMIC CURRICULUM AND SCHOOLS Dalam Left Back, Diana Ravith berpendapat bahwa kegagalan dalam mereformasi pendidikan pada abad ke-20 ditandai dengan pendidik progresif yang lemah pada fungsi akademik di sekolah. Mereka membuat program yang berbeda bagi siswa-siswa yang berbeda, aliran ini terancam dan lemah dalam menentukan pendidikan karakter di sekolah. Sebagai pengguna buku ini, istilah “kurikulum akademik” tidak bermakna ke arah metode formal, metode hafalan, dan kepasifan siswa yang dikomplain oleh para pendidik dan orang tua. Tidak juga ke arah pembelajaran keterampilan saja. Hal itu lebih cenderung sebagai pengganti untuk studi sistematis pada bahasa dan sastra, ilmu alam dan matematika, sejarah, seni, dan bahasa asing. Studi tersebut secara umum menggambarkan sebagai pendidikan liberal, penyampaian pengetahuan dan keterampilan yang penting, mengolah imajinasi estetik, dan menagajrkan siswa untuk berpikir kritis dan reflektif tentang dunia yang mereka tinggali. Cerita lama pada abad ke-20 oleh ahli sejarah menyatakan bahwa gerakan pendidikan progresif mematikan dan menindas aliran tradisionalisme di kelas, dengan berani mendominasi sekolah-sekolah di Amerika, selanjutnya kehilangan kevitalannya dan layu di pertengahan tahun 1950-an. Paradigma ini diceritakan oleh Lawrence A. Cremin dalam tugas magisternya dengan judul The Transformation of The School Progressivism in American Education, 1876—1957. Dalam buku pentingnya Cremin tersebut, anti-intelektualisme muncul sesekali sebagai produk dari pendidikan progresif pada beberapa abad. Namun, buku ini berpendapat bahwa anti-intelektualisme merupakan konsekuensi tak terhindarkan pada ketegangan pendidikan progresif, terutama pendidikan progresif yang mempengaruhi pendidikan publik di Amerika. Mengapa pendapat tentang masalah masa lalu ini disampaikan sekarang? Seperti kita ketahui, dimanapun kurikulum akademik diencerkan atau dikurangi, banyak siswa didorong melalui sistem pendidikan tanpa manfaat dari hakikatnya. Saat kurikulum akademik kehilangan urgensinya sebagai pusat fokus di sistem pendidikan publik, sekolah kehilangan jangkarnya, misi nyata, komitmen moral yang intens untuk pengembangan intelektual pada masing-masing siswa. Saat ini, sekolah bersaing dengan waktu dan perhatian anak-anak dengan televisi, film, internet, dan media massa lainnya. Mereka harus tahu apa yang dapat dilakukan oleh sekolah itu sendiri. Sekolah harus menegaskan kembali tanggung jawab utamanya untuk pengembangan kecerdasan generasi muda dan karakternya. Sekolah harus melakukan lebih jauh dari sekedar mengajar tentang “how to learn” dan “how to look things up”; mereka harus mengajar siswa tentang pengetahuan apa yang bernilai, bagaimana menggunakan 14 pengetahuan, bagaimana menorganisasi apa yang mereka tahu, bagaimana memahami hubungan amsa lalu dan masa sekarang, bagaimana menyampaikan perbedaan informasi akurat dan propaganda, dan bagaimana mengambil informasi menjadi pemahaman. Jika generasi muda dibebaskan dari studi-studi yang serius, tak terbebani oleh ide signifikan dan kontroversi Amerika dan sejarah dunia yang tak tersentuh oleh penyair besar dan novelis dunia, tanpa menyadari ilmu sains, mereka akan berbalik pada sumber lain untuk informasi dan stimulasi-nya. Jika kita ingin mengklaim ulang sekolah kita sebagai pusat pembelajaran, kita harus tahu bagaimana mereka datang untuk menjadi sesuatu sesuai jalannya. Salah satu kelebihan dari tradisi akademik adalah mengatur pengetahuan manusia dan membuatnya lebih komprehensif bagi para pembelajar. Hal ini akan memberikan penguatan intelektual kepada siapa saja yang ingin memahami pengalaman sosial dan alam sebagai fisik dunia. Sekarang, sebagai orang tua, pendidik, pembuat kebijakan, dan eleman masyarakat lainnya yang mencari standar tinggi, inilah waktunya untuk memperbarui tradisi akademik untuk anak-anak pad abad ke-21. Masyarakat sosial yang luas tidak akan sukses kecuali kalau mereka fokus pada apa yang terbaik untuk mereka lakukan. Mereka tidak dapat sukses sebagai sekolah kecuali kalau hampir semua siswanya kuat dalam literasi dan berhitung, sebagus pemahamannya dalam sejarah dan ilmu alam, sastra, dan bahasa asing. Mereka tidak dapat sukses kecuali kalau mereka mengajarkan siswanya tentang pentingnya kejujuran, tanggung jawab personal, kecerdasan intelektual, industri, kebaikan, empati dan sikap berani. Sekolah harus menyiapkan generasi mudanya untuk memiliki kecerdasan majemuk seperti yang ditulis oleh William T. Harris, bahwa kecerdasan tersebut memungkinkan individu untuk belajar hal-hal baru dan mengambil alih kehidupannya. Mereka harus mengajarkan pada siswanya tentang bahasa simbolis dan ide-ide abstrak. Mereka harus mengajar generasi muda tentang budaya dan dunia yang mereka tempati dan budaya yang ada dari dulu. Tiga kesalahan besar yang ditunjukkan adalah 1 kepercayaan bahwa sekolah harus diharapkan mengatasi semua masalah sosial, 2 kepercayaan bahwa ada porsi kebutuhan anak-anak untuk mengakses pendidikan berkualitas tinggi, 3 kepercayaan bahwa sekolah harus membatasi pengalaman siswa dengan segera dan meminimalisasi atau bahkan menghindari transfer pengetahuan. Asumsi pertama yang menjadikannya kurang fokus yaitu mengalihkan mengalihkan sekolah dari misi yang paling mendasar; kontribusi kedua untuk rendahnya pencapaian dan kebijakan demokratis; ketiga adalah merampas kekuatan intelektual generasi muda yang berasal dari pembelajaran dari pengalaman dan menghindarkan mereka dari berdiri pada pundak raksasa standing on the shoulders of giants pada setiap medan pemikiran dan aksi. Sekolah tidak akan menjadi usang oleh teknologi baru karena perannya sebagai institusi pendidikan lebih penting dari masa lalu. Teknologi dapat menjadi suplemen untuk sekolah 15 tapi tidak untuk menggantikan kedudukannya, bahkan kemajuan teknologi elektronik tidak mampu untuk memutar informasi dunia menjadi pengetahuan yang dewasa matang, sebuah bentuk intelektual magis membutuhkan keterampilan dan pengajaran guru. Untuk menjadi efektif, sekolah harus berkonsentrasi pada misi mendasar untuk pengajaran dan pembelajaran. Dan mereka harus melakukan itu untuk semua anak. Itulah tujuan menyeluruh bagi sekolah pada abad ke-21 ini. Daftar Pustaka Gutek, G. L. 2004. Philosophical and Ideological Voices in Education. New York Pearson Kumral, Orhan. 2014. “Philosophical Change in Education A Desired Primary School Model of Primary School Student Teachers.” International Online Journal of Educational Sciences 6 3524–32. Link, Sharon. 2008. “Essentialism & Perennialism.” Research Starters in Education, 1–6. Null, J. Wesley. 2008. “William Bagley versus Arthur Bestor Why the Standard Story Is Not True.” Educational Forum 72 3, hlm. 200-214. Pierce, Kristin B, and Victor M Hernandez. 2014. “Do Mathematics and Reading Competencies Integrated into Career and Technical Education Courses Improve High School Student State Assessment Scores?” Career and Technical Education Research 39 3213–29. Saidah, Ahmad Hafid. 2015. “Pemikiran Essensialisme, Eksistensialisme, Perenialisme, Dan Pragmatisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam.” Jurnal Al-Asas III 1165–178. Thaib, 2015. Esensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam. Jurnal Mudarrisuna 4 2731—762. Yunus, H. A. 2016. Telaah Aliran Pendidikan Progresivisme dan Esensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan. Jurnal Cakrawala Pendas 2 129—39. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Haikal YunusProses pendidikan melibatkan berbagai pihak, sekurang-kurangnya pendidik dan peserta didik. Partisipasi dari berbagai pihak menjadi modal untuk mencapai keberhasilan. Progresivisme dan esensialisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang dapat diterapkan sebagai dasar epistemologi untuk mengembangkan pendidikan yang bersifat partisipasif dengan alasan 1 Bahwa keduanya menghendaki agar tidak ada pendidikan bercorak otoriter, sejak berkembangnya aliran ini sampai sekarang; 2 Aliran ini menitikberatkan perhatiannya pada kemajuan Ilmu pengetahuan dan kebudayaan; 3 Pengalaman merupakan dinamika hidup; 4 Progresivisme tidak hanya mengakui akan adanya ide-ide, teori-teori, atau cita-cita, tetapi sesuatu yang ada itu harus bermakna bagi suatu kemajuan atau tujuan yang baik; 5 Progresivisme dan esensialisme mendorong manusia untuk memfungsikan jiwa untuk membina hidup yang dinamis dan tegar dalam menghadapi berbagai persoalan yang silih berganti. Kata Kunci Aliran Pendidikan, Progresivisme dan EsensialismeKristin B. PierceVictor M. HernandezA quasi experimental study tested a contextual teaching and learning model for integrating reading and mathematics competencies through 13 introductory career and technical education CTE courses. The treatment group consisted of students in the 13 introductory courses taught by the CTE teachers who designed the units and the control group consisted of students in all other non-integrated sections of the 13 introductory courses. After a 26-week intervention, 9th and 10th grade student state reading and mathematics test scores were analyzed to determine if the mean change in post-test scores was greater in the treatment group than the mean change in scores in the control group. Quantitative analysis revealed that the integrated CTE courses were statistically significant in improving reading treatment group scores, but not statistically significant in improving mathematics treatment group Wesley NullThis essay challenges the conventional understanding of William Bagley and Arthur Bestor, which suggests that they held similar views in curriculum and teacher education. The author thinks this view is completely wrong and provides a radical new interpretation of Bagley and Bestor that uncovers a lost tradition within the field of education. Drawing on the important distinctions made between Bagley and Bestor in this essay is crucial to rebuilding the teaching profession dalam Perspektif Filsafat Pendidikan IslamM I ThaibThaib, 2015. Esensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam. Jurnal Mudarrisuna 4 2 Change in Education A Desired Primary School Model of Primary School Student TeachersG L GutekGutek, G. L. 2004. Philosophical and Ideological Voices in Education. New York Pearson Kumral, Orhan. 2014. "Philosophical Change in Education A Desired Primary School Model of Primary School Student Teachers." International Online Journal of Educational Sciences 6 3524-32. & PerennialismSharon LinkLink, Sharon. 2008. "Essentialism & Perennialism." Research Starters in Education, Essensialisme, Eksistensialisme, Perenialisme, Dan Pragmatisme Dalam Perspektif Pendidikan IslamAhmad SaidahHafidSaidah, Ahmad Hafid. 2015. "Pemikiran Essensialisme, Eksistensialisme, Perenialisme, Dan Pragmatisme Dalam Perspektif Pendidikan Islam." Jurnal Al-Asas III 1165-178. Esensialisme dianggap sebagai pandangan bahwa segala sesuatu memiliki esensi properti atau atribut yang membuat objek atau substansi apa adanya. Maka dari itu setiap benda selalu memiliki spesifikasi atau karakteristik tertentu yang harus dimiliki. Segala hal dari jenis entitas tertentu mungkin memiliki karakteristik lain tetapi ini tidak membentuk atau menghalangi keanggotaannya. Secara umum Esensialisme dapat juga dipahami sebagai pendekatan yang mengasumsikan bahwa orang dan benda memiliki karakteristik umum yang alami dan esensial yang melekat, bawaan dan tidak berubah. Namun, memiliki esensi yang sama dan esensi yang sama pada tingkat yang sama dapat menyebabkan praktik yang tidak diinginkan dalam kehidupan nyata juga. Bahkan kata benda dan kata ganti yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari mencerminkan beberapa konotasi filosofi sebagai sistem kepercayaan tentang realitas berdasarkan bagaimana kita memandang diri kita sendiri dan orang lain dalam hal keberadaan kita. Bagaimana kita menyapa diri kita sendiri dan orang lain juga mewakili sudut pandang kita terkait dengan hubungan dan interaksi antara kita dan orang lain. Esensialisme sebagai filosofi berdampak pada diferensiasi atau cara penyatuan kita saat menangani segala sesuatu. Pandangan ini sangat kontras dengan Non-Esensialisme yang menyatakan bahwa tidak ada ciri khusus yang harus dimiliki oleh setiap jenis entitas tertentu, dan dengan Nominalisme yang menyatakan bahwa konsep abstrak, istilah umum atau universal tidak memiliki keberadaan independen tetapi hanya ada sebagai nama. Suatu esensi mencirikan substansi yang permanen , tidak dapat diubah dan abadi , atau suatu bentuk. Esensialisme secara umum dapat dicirikan sebagai doktrin bahwa setidaknya beberapa objek memiliki setidaknya beberapa properti esensial. Karakterisasi ini tidak diterima secara universal, tetapi tidak ada karakterisasi; dan setidaknya yang satu ini memiliki keutamaan karena sederhana dan terus terang. Esensialisme dalam filsafat menekankan bahwa orang dan benda memiliki ciri-ciri alamiah dan ciri-ciri ini melekat, bawaan dan tidak berubah karena keduanya menyusun esensi makhluk itu. Dengan kata lain, entitas atau makhluk memiliki esensi yang mendasari dan tidak berubah dan ini diperlukan untuk identitas dan fungsinya, yang dengannya ia diidentifikasi. Dalam pendidikan, esensialisme adalah filosofi atau pendekatan pendidikan yang mengasumsikan dan mengusulkan bahwa semua anak harus mempelajari disiplin tradisional dan mata pelajaran esensial dasar secara menyeluruh dan setara. Ini dapat didefinisikan sebagai doktrin bahwa konsep tradisional tertentu, cita-cita, dan keterampilan yang penting bagi masyarakat harus diajarkan secara menyeluruh dan metodis kepada semua siswa, tanpa mempertimbangkan kondisi, kapasitas, kemampuan, kebutuhan, dan minat individu. Tujuan utama pendidikan esensialis adalah untuk mentransfer pengetahuan tradisional dan warisan budaya dari masyarakat dan peradaban tertentu kepada siswa. Kurikulum inti melayani hal ini ketika mencakup mata pelajaran tentang lingkungan sekitar dan hukum alam yang dasar dan tidak berubah. Disiplin yang mendorong gaya hidup yang lebih bahagia dan lebih terpelajar dimasukkan ke dalam kurikulum untuk tujuan ini. Jenis Esensialisme 1. Esensialisme Mereologis Esensialisme Mereologis adalah pandangan bahwa benda memiliki bagian dasarnya. Oleh karena itu, jika sebuah benda kehilangan atau memperoleh bagian, ia akan lenyap secara efektif karena ia tidak akan menjadi benda yang sama lagi. 2. Esensialisme Etis Esensialisme Etis ialah pandangan bahwa beberapa hal yang salah dalam esensial atau mutlak akal, melanggar universal, objektif dan alami hukum moral dan bukan hanya sebuah adventif. 3. Esensialisme Epistemologis Esensialisme Epistemologis adalah pandangan bahwa semua entitas memiliki sifat intrinsik yang dapat dilihat dengan nalar. 4. Esensialisme Sosiologis Esensialisme Sosiologis adalah teori sosiologis yang menyatakan bahwa posisi tentang gender, seksualitas, ras, etnis atau karakteristik kelompok lainnya adalah ciri- ciri tetap , tidak memungkinkan adanya variasi antar individu atau seiring waktu. 5. Esensialisme Pendidikan Esensialisme Pendidikan adalah teori pendidikan yang menyatakan bahwa anak-anak harus mempelajari mata pelajaran dasar tradisional dan bahwa ini harus dipelajari secara menyeluruh dan ketat. Esensialisme dalam dunia pendidikan biasanya akan mengajarkan anak-anak untuk dapat berpikir secara progresif , dari keterampilan yang tidak terlalu rumit hingga yang lebih kompleks. Rekomendasi Video Esensialisme esensialisme adalah,esensialisme dalam pendidikan,esensialisme artinya,esensialisme pendidikan,esensialisme adalah suatu aliran dalam pendidikan yang menganggap bahwa,esensialisme filsafat pendidikan,esensialisme menurut para ahli,esensialisme dan perenialisme,esensial adalah,aliran esensialisme,aliran esensialisme dalam pendidikan,aliran esensialisme dalam filsafat pendidikan,esensial adalah dan contohnya,esensial adalah brainly,arti esensialisme,essential botanical,esensial bahasa inggrisnya,esensial baku,esensial bandung,esensial bersifat,esensial bahasa lain,esensial barang adalah,esensialisme cenderung ke progresivisme atau perenialisme,contoh esensialisme,esensial cypress,esensial contoh,esensialisme dan eksistensialisme,esensialisme di indonesia,esensialisme dalam melakukan gerakan pendidikan bertumpu pada,esensialisme dalam filsafat,definisi esensialisme,esensial dalam kbbi,esensialisme eklektik perenialisme progresivisme dan rekonstruksi sosial,esensialisme etnis,esensialisme filsafat,esensial forte,filsafat esensialisme dalam pendidikan,filsafat esensialisme adalah,filsafat esensialisme adalah aliran pendidikan yang mengutamakan pelajaran,filsafat esensialisme pdf,essential fairnes,esensial geografi,esensial geografi yang berkaitan dengan bentuk muka bumi adalah,esensial geografi adalah,essential goods,gerakan esensialisme,esensial geografi dalam kehidupan sehari-hari,esensialisme hendaknya kurikulum itu bersendikan atas fundamen tunggal,esensialisme hukum adalah,esensial hipertensi adalah,hakikat esensialisme,hubungan esensialisme dengan perenialisme,essential hypertension,implikasi esensialisme dalam pendidikan,implementasi esensialisme dalam pendidikan,internet essential,idealisme esensialisme,esensial istilah,jurnal esensialisme pdf,jurnal esensialisme,jurnal esensialisme pendidikan,esensialisme kbbi,esensial kurikulum 2013,kurikulum esensialisme,konsep esensialisme,esensial kurikulum 2013 adalah,kelebihan esensialisme,esensial kulit lemon,kesimpulan esensialisme,esensialisme latar belakang,esensial lavender,landasan esensialisme,esensial lemon,esensial loreal,l essential,lawan kata esensial,esensialisme makalah,mazhab esensialisme,makalah esensialisme filsafat pendidikan,essential meaning,metode esensialisme,makalah esensialisme dalam pendidikan,esensial mawar,essential natura,esensial nutrisi,esensial negara,essential nama lain,essential oil,essential oil adalah,essential oriflame,essential oil lavender,essential oil untuk bayi,essential oil terbaik,young living essential oil,ontologi esensialisme,esensialisme pdf,esensialisme perenialisme progresivisme dan rekonstruksionisme,esensialisme perenialisme progresivisme rekonstruksionisme,esensialisme pendidikan adalah,esensialisme pendidikan ips,esensialisme pertanyaan,pengertian esensialisme,que es esencial,essential record,esensial rosemary,realisme esensialisme,esensial sinonim,sejarah esensialisme,essential service,security essential,esensial shop,essential shampoo,essential sport,soal esensialisme,tokoh esensialisme,teori esensialisme,esensial tremor,teori esensialisme dalam pendidikan,tujuan esensialisme,esensial trombositosis,teori esensialisme pdf,essential tablet,essential vaistai,essential worker,wardah essential,essential work,esensial water,windows essential,essential windows 7,essential wiki,esensial young living,esensial yaitu,pandangan esensialisme yang diterapkan di sekolah dasar,essential 3 A. Aliran Essensialisme Kata esensialisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat dua kata, yaitu “esensi” yang berarti “hakikat, inti, dasar” dan ditambahkan menjadi “esensial” yang berarti “sangat perinsip, sangat berpengaruh, sangat perlu”.[1] Esensialisme dikenal sebagai gerakan pendidikan dan juga sebagai aliran filsafat pendidikan. Esensialisme berusaha mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental, atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu. Menurut Esensialisme, yang esensial tersebut harus diwariskan kepada generasi muda agar dapat bertahan dari waktu ke waktu karenaitu Esensialisme tergolong tradisionalisme.[2] 1. Sejarah Lahirnya Aliran Essensialisme Essensialisme adalah aliran filsafat pendidikan yang memandang bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai[3], kebudayaan yang telah ada sejak peradaban umat manusia, yang mempunyai kejelasan dan tahan lama sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.[4] Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme, yaitu yang tumbuh dan berkembang disekitar abad 11, 12, 13 dan ke 14 Masehi. Pada zaman Renaissance itu telah berkembang dengan megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayaan purbakala, terutama dizaman Yunani dan Romawi purbakala. Renaissance itu merupaka reaksi terhadapa tradisi dan sebagai puncak timbulnya individualisme dalam berpikir dan bertindak dalam semua cabang dari aktivitas manusia. Gerakan esensialisme muncul pada awal tahun 1930 dengan beberapa orang pelopornya seperti William C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell. Pada tahun 1938 mereka membentuk suatu lembaga yang disebut dengan “the essensialist committee for the advancement of American Education” sementara Bagley sebagai pelopor esensialsme adalah seorang guru besar pada “Teacher College” Colombia University. Bagley yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah mentransmiskan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda.[5] Bagley dan rekan-rekannya yang memiliki kesamaan pemikiran dalam hal pendidikan sangat kritis terhadap praktek pendidikan progresif. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral anak muda. Setelah perang dunia ke-2, kritik terhadap pendidikan progresiv telah tersebar luas dan tampak merujuk pada kesimpulan sekolah gagal dalam tugas mereka mentransmisikan warisan-warisan intelektual dan sosial. Esensialisme, yang memiliki beberapa kesamaan dengan perenialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematis dan berdisiplin. Aliran ini populer pada tahun 1930 an dengan populernya Wiliam Bagley 1874-1946.[6] Esensialisme yang berkembang pada zaman Renaissance mempunyai tinjauan yang berbeda dengan progresivisme mengenai pendidikan dan kebudayaan. Jika progresivisme menganggap pendidikan yang penuh fleksibelitas, serba terbuka untuk perubahan, tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu, toleran dan nilai-nilai dapat berubah dan berkembang, maka aliran Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif, selama empat abad belakangan ini, dengan perhitungan zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan Esensialistis awal. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas.[7] Dengan demikian Renaissans adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikiran esensialisme. Aliran esensialisme muncul sebagai reaksi terhadap pandangan progressivisme yang materialistik, yang serba bebas. 2. Teori Pendidikan Esensialisme Esensialisme mengharapkan agar pendidikan dan landasan-landasannya mengacu pada nilai-nilai yang esensial.[8] Dalam hal ini menurut esensialisme pendidikan harus mengacu pada nilai-nilai yang sudah teruji oleh waktu, bersifat menuntun, dan telah berlaku secara turun-temurun dari zaman ke zaman. Adapun beberapa pandangan esensialisme yang berkaitan dengan pendidikan yaitu sebagai berikut Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan esensialisme adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terakumulasi, serta telah bertahan sepanjang waktu untuk diketahui oleh semua orang.[9] Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang tepat untuk membentuk unsur-unsur pendidikan yang inti esensial, pendidikan diarahkan mencapai suatu tujuan yang mempunyai standart akademik yang tinggi, serta pengembangan intelek atau kecerdasan. Kurikulum Menurut aliran esensialisme kurikulum pendidikan lebih diarahkan pada fakta-fakta nilai-nilai, kurikulum pendidikan esensialisme berpusat pada mata pelajaran.[10] Dalam hal ini ditingkat sekolah dasar misalnya, kurikulum lebih ditekankan pada beberapa kemampuan dasar, diantaranya yaitu kemampuan menulis, membaca dan berhitung. Sementara itu dijenjang sekolah menengah penekanannya sudah lebih diperluas, misalnya sudah mencakup sains, bahasa, sastra dan sebagainya. Dalam hal ini menurut pandangan esensialisme kurikulum yang diterapkan dalam sebuah proses belajar menganjar lebih menekankan pada penguasaan berbagai fakta dan pengetahuan dasar merupakan sesuatu yang sangat esensial bagi kelanjutan suatu proses pembelajaran dan dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum. Dengan kata lain penguasaan fakta dan konsep dasar disiplin yang esensial merupakan suatu keharusan. Metode pendidikan Dalam pandangan esensialisme, metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar lebih tergantung pada inisiatif dan kreatifitas pengajar guru, sehingga dalam hal ini sangat tergantung pada penguasaan guru terhadap berbagai metode pendidikan dan juga kemampuan guru dalam menyesuaikan antara berbagai pertimbangan dalam menerapkan suatu metode sehingga bisa berjalan secara efektif. Pendidikan berpusat pada guru teacher centered, umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang diinginkan dan mereka harus dipaksa belajar. Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi dan pemberian tugas, penguasaan pengetahuan, misalnya melalui penyampaian informasi dan membaca. Pelajar Dalam pandangan esensialisme sekolah bertanggung jawab untuk memberikan pengajaran yang logis atau terpercaya kepada peserta didik, sekolah berwenang untuk mengevaluasi belajar siswa.[11] Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa siswa adalah mahluk rasional dalam kekuasaan pengaruh fakta dan keterampilan-keterampilan pokok yang diasah melakukan latihan-latihan intelek atau berfikir, siswa kesekolah adalah untuk belajar bukan untuk mengatur pelajaran sesuai dengan keinginannya. Dalam hal ini sangat jelas dalam pandangan esensialisme bahwa pelajar harus diarahkan sesuai dengan nilai-nilai yang sudah dakui dan tercantum dalam kurikulum, bukan didasarkan pada keinginannya. Pengajar Menurut pandangan aliran filsafat esensialisme, dalam proses belajar mengajar posisi guru adalah sebagai berikut 1 Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan menguasai kegiatan-kegiatan di kelas. 2 Guru berperan sebagai sebuah contoh dalam pengawasan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan yang hendak ditanamkan kepada peserta didik. Dengan kata lain dalam pandangan esensialisme dalam proses belajar menganjar pengajar guru mempunyai peranan yang sangat dominan dibanding dengan peran siswa, hal ini tidak terlepas dari pandangan mereka tentang kurikulum dan juga tentang siswa dimana siswa harus diarahkan sesuai dengan kurikulum yang sesuai dengan nilai-nilai yang sudah teruji dan tahan lama, sehingga guru mempunyai peranan yang begitu dominan dalam jalannya proses belajar menganjar. Aliran esensialisme, dengan bercokol dari filsafat-filsafat sebelumnya, dapat memenuhi nilai-nilai yang berasal dari kebudayaan dan falsafat yang korelatif sejak empat abad ke belakang, sejak zaman Renaisance sebagai pangkal timbulnya pandangan esensialisme awal. Sedangkan puncak dari gagasan ini adalah pada pertengahan abad ke-19,[12]dengan munculnya tokoh-tokoh utama yang berperan menyebarkan aliran esensialisme. 3. Tokoh-Tokoh Esensialisme Tokoh utama esensialisme pada permulaan awal munculnya adalah a. Georg Wilhelm Friedrich Hegel 1770–1831. Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak. George Santayana, dengan memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri memilih, melaksanakan.[13] b. Desiderius Erasmus Abad 15-16, humanis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16, yang merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain. Erasmus berusaha agar kurikulum sekolah bersifat humanistis dan bersifat internasional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum aristokrat. Dia berpandangan bahwa kurikulum disekolah harus bersifat humanistis serta bersifat internasional sehingga bisa menyentuh semua lapisan masyarakat termasuk kaum aristokrat maupun kaum menengah.[14] c. Johan Amos Comenius 1592-1670, adalah seorang yang memiliki pandangan realis dan dogmatis. Yang mengemukakan bahwa salah satu peranan utama pendidikan adalah membentuk manusia yang ideal yaitu yang sesuai dengan keinginan dan kehendak Tuhan. Hal ini dikarenakan menurutnya pada dasarnya dunia adalah dinamis dan bertujuan. Atau bisa dikatakan Johann Amos comenius adalah orang yang mempunyai pandangan yang dogmatis dan idealis yang bertentangan dengan pandangan progressif. Comenius berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan [15] d. John Locke 1632-1704, berpandangan bahwa pendidikan idealnya selalu dekat dengan realitas kehidupan, bahkan sebagai perwujudan dari gagasannya tersebut John Locke mempunya sekolah kerja yang diperuntukkan bagi golongan anak-anak kurang mampu miskin. e. Johann Henrich Pestalozzi 1746-1827, sebagai seorang tokoh yang berpandangan naturalis Pestalozzi mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan wajarnya. Selain itu ia mempunyai keyakinan bahwa manusia juga mempunyai transendental langsung dengan Tuhan. f. Johann Friederich Frobel 1782-1852, sebagai tokoh yang berpandangan kosmis-sintesis dengan keyakinan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian dari alam ini, sehingga manusia tunduk dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum alam. Terhadap pendidikan, Frobel memandang anak sebagai makhluk yang berprestasi kreatif, yang dalam tingkah lakunya akan nampak adanya kualitas metafisis. Karenanya tugas pendidikan adalah memimpin anak didik ke arah kesadaran diri sendiri yang murni, selaras dengan fitrah kejadiannya. g. Johann Friederich Herbert 1776-1841, sebagai salah seorang murid Immanuel Kant yang berpandangan kritis, Herbert berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan inilah yang disebut proses pencapaian tujuan pendidikan oleh Herbert sebagai pengajaran yang mendidik. Bahwa tujuan pendidikan adalah upaya untuk mewujudkan kserasian kesinergian jiwa seseorang dengan kebijaksanaan Tuhan atau dengan kata lain adanya penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Pengajaran merupakan proses untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu mewujudkan manusia yang ideal yang sesuai dengan hukum-hukum kesusilaan dan sesuai dengan tujuan yang dikehendaki oleh Tuhan.[16] h. William T. Harris 1835-1909, tokoh dari Amerika yang pandangannya dipengaruhi oleh Hegel dengan berusaha menerapkan idealisme obyektif pada pendidikan umum. Tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti[17] dan didasarkan pada kesatuan spiritual berdasarkan kesatuan yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri kepada masyarakat.[18] Filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1 Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa. 2 Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia. 3 Kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. 4 Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya progresivisme memberikan sebuah teori yang lemah.[19] 4. Pandangan-pandangan[20] Aliran Esensialisme a. Pandangan relita ontologi Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esenisalisme semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola idealisme, realisme dan sebagainya. Adapun uraian mengenai realisme dan idealisme ialah 1 Realisme yang mendukung esensialisme yang disebut realisme obyektif karena mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam serta tcmpat manusia di dalamnya. Ilmu pengetahuan yang mempengaruhi aliran realisme dapat dilihat dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat dipelajari bahwa tiap aspek dari alam fisika dapat dipahami berdasarkan adanya tata yang jalan khusus. Dengan demikian berarti bahwa suatu kejadian yang paling sederhana pun dapat ditafsirkan menurut hukum alam di antaranya daya tarik bumi. Sedangkan oleh ilmu-ilmu lain dikembangkanlah teori mekanisme, dan dunia itu ada dan terbangun atas dasar sebab akibat, tarikan dan tekanan mesin yang sangat besar. 2 ldealisme obyektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis dibandingkan dengan realisme obyektif. Maksudnya adalah bahwa pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi segala sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semestaini pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit, idealisme menetapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini adalah nyata. Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. b. Pandangan tentang pengetahuan Epistimologi Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistimologi esensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari relita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, makna manusia pasti mengetahui dalam tingkat kualitas apa rasionya manpu memikirkan kesemestaan berdasarkan kualitas itulah manusia memproduksi secara tepat pengetahuannya dalam bidang-bidang ilmu alam, biologi, sosial, estetika, dan agama. c. Pandangan tentang nilai aksiologi Nilai, seperti hanyalah pengetahuan berakar pada dan diperoleh dari sumber-sumber obyektif. Sedangkan sifat-sifat nilai terganung dari pandangan yang timbul dari relisme dan realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konsepsuil terlebih dahulu, melainkan tergantung dari apa atau lanjutnya akan tergantung pula dari sikap idealisme, sesuatu yang nampak pada dunia temporal itu belum tentu mempunyai nilai bagi manusia. Sebb nilai itu berakar pada hal-hal yang temporal saja seperti halnya awan putih pada pagi hari masih tampak, tetapi siang atau sore hari sudah hilang. 5. Kelebihan dan Kelemahan Aliran Esensialisme[21] Kelebihan a. Esensialisme membantu untuk mengembalikan subject matter ke dalam proses pendidikan, namun tidak mendukung perenialisme bahwa subject matter yang benar adalah realitas abadi yang disajikan dalam buku-buku besar dari peradaban barat. Great Book tersebut dapat digunakan namun bukan untuk mereka sendiri melainkan untuk dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang ada pada dewasa ini. b. Esensialis berpendapat bahwa perubahan merupaka suatu kenyataan yang tidak dapat diubah dalam kehidupan sosial. Mereka mengakui evolusi manusia dalam sejarah, namun evolusi itu harus terjadi sebagai hasil desakan masyarakat secara terus-menerus. Perubahan terjadi sebagai kemampuan imtelegensi manusia yang mampu mengenal kebutuhan untuk mengadakan amandemen cara-cara bertindak,organisasi,dan fungsisosial. Kelemahan a. Menurut esensialis, sekolah tidak boleh mempengaruhi atau menetapkan kebijakan-kebijakan sosial. Hal ini mengakibatkan adanya orientasi yang terikat tradisi pada pendidikan sekolah yang akan mengindoktrinasi siswa dan mengenyampingkan kemungkinan perubahan. b. Para pemikir esensialis pada umumnya tidak memiliki kesatuan garis karena mereka berpedoman pada filsafat yang berbeda. Beberapa pemikir esensialis bahkan memandang seni dan ilmu sastra sebagai embel-embel dan merasa bahwa pelajaran IPA dan teknik serta kejuruan yang sukar adalah hal-hal yang benar-benar penting yang diperlukan siswa agar dapat memberi kontribusi pada masyarakat. c. Peran guru sangat dominan sebagai seorang yang menguasai lapangan, dan merupakan model yang sangat baik untuk digugu dan ditiru. Guru merupakan orang yang menguasai pengetahuan dan kelas dibawah pengaruh dan pengawasan guru. Jadi, inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa. [1] Santoso, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta Pustaka Agung Harapan, 2012, hlm. 162 [2]Dinn Wahyuni, dkk, Pengantar Pendidikan, Jakarta Universitas Terbuka, 2010, [3] Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany terj Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta Bulan Bintang, 1979. Hlm. 14 [4] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2004. Hlm. 25 [5]Djumransyah, Filsafat Pendidikan, Jakarta Bayumedia, 2004, [6] Djumransyah, Filsafat Pendidikan, hlm. 184. [7]Chaedra Alwasiah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Bandung Pt Remaja Rosdakarya, 2008, [8] Amsal Amri, Studi Filsafat Pendidikan,Banda. Aceh Yayasan Pena. Hlm. 70 [9] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung Aggota IKAPI, 2007. Hlm. 161 [10] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung Aggota IKAPI, 2007. Hlm. 162 [11] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung Aggota IKAPI, 2007. Hlm. 165 [12] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta Arruz Media, 2010, Cet. III, hlm. 100 [13] Wahyudi. Aliran Esensialisme. Dalam [14] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2004. Hlm. 25 [15] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2004. Hlm. 25 [16] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2004. Hlm. 25 [17] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta Yayasan Penerbit FIP IKIP, 1982, Hlm. 38-40 [18] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2004. Hlm. 25 [19]Hamdani Ali, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta Kota Kembang, 1986, Hlm. 96. [20] Parasetya, Filsafat Pendidikan, Bandung Pustaka Setia, 2002. Hlm. 85 [21] Makalah Filsafat Pendidikan. Dalam

kelebihan dan kekurangan aliran esensialisme